Mungkin aku hanya sebagai obat bagimu, yang selalu ada ketika kamu butuh tetapi kamu kembali sibuk dengan duniamu saat pulih.
Mungkin aku hanya sebagai temanmu di saat sepi, dan ketika ramai menghampirimu, seakan aku menghilang begitu saja padahal aku selalu ada.
Apa hubungan yang seperti ini layak disebut persahabatan?
Seingatku, sahabat itu ada di kala duka dan senang.
Aku menjauh, bukan berarti jauh, tapi mengetes perdulikah kamu atau tidak.
Sedih sekali, amat. Kamu tetap dengan duniamu dan aku menunggu kamu di sini. Tetap di sini. Aku tahu, menunggu sama sekali bukan usaha, ya, aku memang tidak berusaha, tapi setidaknya aku sudah berusaha membuatmu sadar dengan menjauh yang malah membuat rindu semakin menusuk.
Kala aku mendekatimu, aku bisa merasakan ... kamu terlihat seperti setengah hati berteman denganku. Aku bisa melihatnya di kilat matamu saat kamu membicarakan teman barumu itu. Aku tahu. Aku sangat tahu. Bahkan saat kamu menghampiriku disaat kamu butuh, aku tetap ada dan kamu tetap menyudahinya begitu saja. Tidak bisakah kita bersama-sama lagi? Enggankah kamu?
Serba salah.
Aku tidak menyalahkanmu yang tak kunjung sadar akan kehadiranku yang selalu, tanpa henti. Mungkin kamu menganggapku berbeda dengan aku menganggapmu ya? Mungkin.
Bolehkah aku tertawa, menyadari kemirisan seperti ini? Aku pernah membaca artikel, datang tanpa atau ada apa-apa adalah gunanya teman. Aku jadi tidak percaya deretan kalimat itu, kamu tahu? Karena kamu hanya mendatangiku disaat sulit. Sulitkah bagimu untuk ada kapanpun untukku? Jika tidak, aku juga akan membuat semua ini terasa mudah, untuk kita.
Apa aku salah lihat dan dengar ketika kamu mengucapkan "Kamu memang teman terbaikku", "Kamu itu sahabat banget", dan segala tetek bengek yang entah mengapa aku lupakan begitu saja, seperti kamu yang meninggalkanku secepat kilat angin berembus. Aku rasa tidak. Aku memang teman terbaikmu, tapi kamu ... sekarang, kamu bukan teman terbaikku lagi.
Ini saatnya kita untuk jauh, bukan saling menjauh lalu mendekat lagi. Kita sudah selesai, dan kamu tetap temanku.
Untuk kamu yang dulu mengaku sahabat atau lebih dari itu, yang dulu berlebih perhatiannya, yang dulu bersama-sama, dan sekarang semuanya tak lagi sama karena dibatasi dinding bernama "gengsi" dan "jenuh".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar