Pernah kalian berpikir bahwa sosok ayah itu penting? Nggak kalah pentingnya dibanding seorang ibu? Seringkali aku berpikir tentang itu.
Entah kenapa aku jauh lebih akrab dan mengerti perasaan ayah. Tapi bukan berarti sosok ibu lantas diabaikan. Sungguh yang aku rasakan seperti itu. Apa karena aku anak perempuannya? Apa karena aku selalu berada di dekatnya walau hanya menjadikannya teman main yang asyik? Apa karena aku begitu tertarik dengan setiap cerita-ceritanya yang ia buat-buat sendiri maupun dari pengalaman pribadinya? Apa karena karakterku yang persis dengannya?
Ayah rela memberikan barangnya hanya agar aku tersenyum. Ayah rela kuabaikan berkali-kali hanya karena kepentinganku yang selalu menjadi obsesi terbesarku. Ayah rela seringkali ku-masa bodoh-kan perintah-perintahnya. Ayah rela membiarkan dirinya tanpa selimut hanya agar aku bisa terlelap dengan nyenyak. Ayah rela memaksakan dirinya untuk bangun pagi di saat tubuhnya meriang hanya agar aku tiba di sekolah tepat waktu. Ayah rela kakinya berletih-letih ria sementara aku di depannya mengayuh sepeda sekencang mungkin agar tidak ditangkap saat aku ingin kabur bermain. Ayah rela dirinya tidak bahagia, yang penting anaknya bisa lebih bahagia dari dirinya.
Aku sering berdebat dengannya. Bukan debat tentang pelajaran atau apa. Cenderung ke pertengkaran. Hingga kami mengeluarkan kata-kata kasar. Aku bodoh ya masih mengira ayah adalah orang paling jahat di dunia ini karena melontarkan kata-kata tak pantas itu pada anaknya sendiri? Memang. Seharusnya aku yang berkaca. Ayah yang sudah selama aku hidup, menukar tenaga dan peluhnya dengan kehidupan yang lebih baik untukku, tapi malah kumaki-maki. Bisa kalian bayangkan bagaimana menjadi ayahku? Pecat saja aku jadi anak.
Aku egois. Aku anak yang buruk tapi kenapa Tuhan menempatkan posisiku sebagai anak dari pria yang begitu baik? Aku egois. E-Go-Is.
Sampai-sampai aku nggak tahu aku harus berterima kasih atau meminta maaf karena kehangatan dan perhatian (yang sering kusalahartikan sebagai kekangan) yang selalu ayah berikan padaku.
Ya sudah.
Aku hanya bisa berdoa semoga ayah diampuni dosa-dosanya dan diberi balasan di dunia maupun akhirat yang setimpal. Itu amat, sangat pantas, kan? Ayah sudah terlalu sabar menghadapi anak sekacau aku.
Buat ayah, dan ayah-ayah lain di seluruh dunia.
-- Anakmu yang selalu berdoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar