Kau tahu? Kau tahu mengapa aku betah memandang langit senja? Kau tahu alasan aku hanya tersenyum tatkala kau mengajakku pindah dari balkon dan duduk di depan televisi yang tanpa suara, biar hanya kita yang bersuara? Ada sesuatu yang indah kala itu. Aku menyukai keheningan, air hujan yang menetes dan meresap ke kulit kepalaku, angin sejuk yang yang menyapa jemariku kala aku melambaikan mereka di udara pada burung-burung yang bermigrasi. Aku tahu kau akan jenuh dengan itu. Aku tahu betul kau lebih menyukai lapangan hijau yang sorak-sorai orang meneriakkan namamu, sinar matahari yang jatuh yang membuat kulitmu terbakar, tangan dinginku yang membelai pelipismu yang hangat menyingkirkan peluh.
Sebelum surau menyerukan tanda sembahyang senja, kepalaku mendongak dan kutemukan sesuatu yang indah itu. Kemudian kupejamkan mata, kubiarkan angin membawa sisa air hujan menerpa dan menggelitik wajahku. Meski kala itu sehabis hujan seharian, namun aku merasa hangat. Rasa yang selalu kau rasakan ketika kau melakukan kegiatan favoritmu. Aku merasakannya. Karena seraya wajahku terpancang ke langit lembayung, aku mengkhayalkan kita. Ketika aku membuka mata, aku menyadari sesuatu yang indah yang belum pernah kuceritakan padamu. Tentang langit senja yang sama dengan kita.
Sekali-kali berdirilah di sisiku ketika langit berwarna cantik itu tampil di atas kita. Kau akan melihat warna ungu kala kau mendongakkan kepala. Dan kau akan melihat warna merah kala kau menatap lurus ke kaki langit. Apa kau tahu mengapa mereka berbeda warna padahal mereka berada dalam ruang dan waktu yang sama? Mereka sama-sama langit kala matahari mulai beranjak ke peraduannya. Kau tahu mengapa? Mungkin mereka jatuh cinta, manisku. Sama seperti kau dan aku. Kau adalah merah dan jingganya, sementara aku adalah ungu dan birunya. Kau menawarkan semangat, obsesi, dan sesuatu yang membara, sementara aku memberikan sesuatu yang bisa membuatmu merasa teduh. Jika kau adalah darah yang mengalir dari luka, maka aku adalah bekas lukanya. Jika kau adalah seekor anak burung yang ingin terbang melayari angkasa, maka aku adalah sayapnya.
Akan tetapi, aku merasa khawatir juga. Ketika matahari beranjak naik dan bersinar terik, maka langit hanya mempunyai satu warna, yaitu biru. Hanya ada aku. Aku ingin bertanya saja, apa kau adalah matahari kala itu, agar aku kembali merasa lengkap?
---
Iseng-iseng buat beginian yawlaaa menye abis dari kemarin buat puisi, prosa yang melankolis wkwkwk gabut parah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar