rage and love.

kebencian dengan cinta bedanya setipis sayap anai-anai.

Pages

Sabtu

PINDAH

Haloo!

Singkat aja, aku cuma mau ngasih tahu kalau blog ini sudah nggak kugunakan lagi. Lebih tepatnya aku memindahkan beberapa tulisanku di sini dan menambahkannya dengan yang lain di situs yang baru. Kalau masih tertarik untuk baca-baca, silakan teman-teman berselancar ke sini. :)

Kamis

Ayah, Mengapa Aku Berbeda?

Bukan apa-apa.

Cuma curahan nggak jelas dari pikiran.

Ayah, Mengapa Aku Berbeda?

Ralat, ralat. Ngelihat-ngelihat judulnya ada yang kurang pas. Sebenarnya bukan ke ayah aja, tapi ke semuanya. Iya, semuanya. Gue nanya ke semuanya. Kenapa, sih, gue berbeda? *nangis kejer sambil garuk-garuk tanah*

Bukan gue aja yang berpikiran kalau gue itu aneh. Temen-temen gue. Dari yang deket sampai yang jauh. Keluarga gue. Semuanya. Sedih yak, tapi gue bangga. Wkwkwkwkwkwk aneh.

Di antara keanehan gue menurut pendapat orang-orang yang kenal gue, kalau lo mau tahu, kalau nggak mau ya bodo amat nggak urus. Nggak deng, canda.

1. Kalau ada orang lagi ngobrolin apa gitu, gue kadang nggak merhatiin dia ngomong apa. Gue ngelihatin bibirnya, hidungnya, pokoknya apa kek yang ada di mukanya. Dan nggak tahu dia lagi ngelawak apa lagi orasi tentang Jokowi, gue ketawa sendirian. Tiba-tiba. Pernah, temen gue lagi curhat tentang sekolahnya. Gue mah ngelihatin aja, nggak tahu dia cerita apa. Ealah, gue ketawa geli banget. Wkwkwkwkwkwkwk.

"Woi, nggak ada yang lucu malah ketawa!"

*masih ketawa*

"Gila, dasar." Dia mulai menimpuki gue dengan segala macam benda.

*makin ngakak*

"Giliran ada yang lucu, nggak ketawa. Muka jutek. Ini nggak ada yang lucu, malah ketawa. Gila yak? Tinggalin ah, tinggalin!"

Banyak pokoknya kejadian yang serupa. Sampe gue diomelin gara-gara ketawa mulu. Sampe gue nangis gara-gara lucu banget. Sampe gue sakit perut dan rahang gue sakit. Sampe gue masih bisa ketawa, tapi udah nggak ada suaranya.

2. Nggak sengaja beda dari yang lain. Misalnya, gue malah santai di saat orang lain panik. Gue panik di saat orang lain santai. Gue mager di saat orang lain semangat. Gue semangat di saat orang lain ogah-ogahan. Gue diem di saat orang lain bercanda-canda. Gue ngomong mulu di saat orang lain udah capek, udah mau pulang abangnya.

3. Gue cewek. Pasti kalau ketemu atau ngelihat cogan alias cowok ganteng pasti 'wah'. Kok gue jijik sendiri ya-_- Tapi versi cogan gue berbeda. Di saat teman-teman gue milih yang satu dan jadi mayoritas, gue berpihak ke yang lain yang mereka bilang 'biasa aja', 'mana cakepnya?!?!', 'mata lo butek kalau lo bilang dia lumayan'. Kalau lo kenal gue, lo juga tahu cogan versi gue yang kayak gimana. Sumpah ini gue jijik ngetiknya wkwk.

4. Pemikiran gue sedikit banyak berbeda dari yang lain. Meski gue nemuin juga teman yang satu pikiran. Misalnya, nih ya misalnya, maap-maap aja kalau ada yang nggak enakin, ini cuma pemikiran pribadi. Gue menilai pernikahan itu nggak perlu-perlu amat. Bukan sesuatu yang harus atau lebih tepatnya, seharusnya dilaksanakan ketika udah umurnya. Gue nggak menganggap pernikahan itu nggak penting atau apa. Tapi untuk apa menikah? Iya, melaksanakan sunnah rasul. Biar punya keturunan segala macam, jadinya waktu tua nanti nggak kesepian. Belajar tanggung jawab, apalah itu. Tapi kalau bisa mandiri dan mau mandiri, kenapa harus menikah? Kalau belum yakin bisa ini-itu, kenapa harus menikah? Justru menurut gue pernikahan itu amat sakral. Nggak ada main-main. Dan karena itulah gue nggak mau mengotori arti pernikahan itu sendiri dengan keraguan gue atas diri sendiri. Keraguan gue bukan seputar tentang gue bisa tanggung jawab atau nggak, bisa ini-itu atau nggak, dan sebagainya. Hak lo menganggap gue adalah pengecut, orang yang nggak mau ambil risiko dari sebuah komitmen sehingga dia nggak mau berkomitmen (misal: melalui pernikahan). Namun sesungguhnya lo salah kalau berpikiran seperti itu. Sampai sekarang gue masih memegang komitmen dan akan terus melaksanakannya, sebab kalau gue ingkari komitmen yang gue buat sendiri kehendak gue nggak terpenuhi. Gue berusaha menjaga komitmen tersebut. Lalu apa? Gue sangsi menikah karena gue nggak mau terikat oleh apapun dan siapapun. Gue nggak suka terkekang oleh apapun dan siapapun. Gue suka bebas, melakukan apa yang gue mau selama itu nggak merugikan orang lain dan diri gue sendiri. Soal siapa yang mendampingi atau mengurus waktu tua nanti, gue nggak ambil pusing. Bumi udah penuh, buat apa kita penuh-penuhin lagi dengan populasi manusia? Gue tahu, setiap yang lahir pasti ada yang mati. Tapi gue merasa lebih baik mengadopsi atau mengangkat anak dibanding melahirkan anak. Meski gue juga nggak kepikiran untuk mengadopsi anak. Tujuan gue hidup adalah mati. Sehingga semasa hidup gue harus membekali diri dengan ibadah supaya gue nggak 'kosong' di hadapan Tuhan dan ilmu supaya gue bisa bermanfaat bagi orang lain. Gue kepingin mengajar di sekolah anak-anak yang kurang mampu. Di bawah pohon besar gue bisa cerita apapun ke mereka. Di tepi kali gue bisa main bareng mereka. Gue bisa memberikan apapun yang gue punya. Gue bisa menghabiskan sisa umur gue buat mereka. Secara otomatis gue nggak perlu pusing memikirkan siapa yang akan mengurus gue ketika lanjut usia. Gue yakin dengan selalu berpikiran dan berbuat baik pada orang lain, Tuhan akan selalu mengulurkan tangannya untuk gue. In syaa Allah-aamiin.

5. Gue suka melakukan hal yang diduga-duga orang lain. Yang nggak disangka-sangka. Dan jangan tanya halnya apa aja, karena kalau gue jawab sama dengan gue membongkar aib sendiri. Wkwkwk. Yang kenal gue, juga pasti bisa mikir kok halnya apa aja.

6. Gue sering menganggap benda mati, hewan, maupun tumbuhan adalah manusia. Adalah sesuatu yang bisa gue ajak berbagi cerita. Gue selalu betah memakai sesuatu seperti kalung, gelang tangan, gelang kaki, dan sebagainya karena gue menganggap mereka hidup. Gue rasa mereka punya jiwa. Begitupun dengan hewan peliharaan gue ataupun yang bukan, gue sering ngajak ngobrol mereka. Curhat apapun. Lama. Suara gue nggak keluar, memang di dalam hati, tapi gue yakin mereka bisa dengar dan ngerti. Dari kecil gue begitu, barang yang biasa gue pakai ada yang hilang, misalnya ikat rambut, gue lebih baik nggak usah ngikat rambut dibanding beli ikat rambut baru. Butuh waktu lama supaya gue berubah pikiran. Ikan mas gue mati padahal baru dirawat beberapa hari, gue nggak bisa ngelihat ikan itu digoreng dan dimakan keluarga gue, walhasil sehari itu gue nggak makan ikan. Dan poin keenam ini menurut gue banyak juga yang mengalami. Iya, nggak, sih? Wkwk.

Segitu aja, kalau banyak-banyak gumoh.

Minggu

Mereka

Aku ingin menangis sampai air mataku habis
sampai mata tidak lagi bisa membuka
berbaring di sebelah anjing-anjingku yang lucu
membiarkan kaki-kaki lembutnya menghapus bekas kejahatan mereka

Mereka yang pernah membicarakanku sebegitu buruknya dan berkata manis padaku
yang mengaku mengenalku amat baik
yang menuduhku penipu andal
yang bilang aku tak punya kehidupan

padahal mereka sama buruknya dengan keburukanku
padahal mereka sama sekali tak kuizinkan masuk ke duniaku
padahal mereka yang tak mampu mengorek apa yang terpaksa kupendam
padahal mereka yang tak punya kehidupan
sebab kerjaanya hanya mengurus orang lain sementara dirinya kacau

tolong manusiakan mereka, Tuhan
sebab kelakuan mereka tak lebih dari anjing-anjingku

Black Moustache